๐๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฆ๐ต๐ข๐ฉ๐ถ๐ช ๐๐ด๐ถ-๐๐ด๐ถ ๐๐ฆ๐ณ๐ฌ๐ข๐ช๐ต ๐๐ฆ๐ฃ๐ช๐ซ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐๐ฐ๐ฏ๐ฆ๐ต๐ฆ๐ณ ๐๐ฐ๐ฎ๐ฆ๐ด๐ต๐ช๐ฌ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐๐ฏ๐ต๐ฆ๐ณ๐ฏ๐ข๐ด๐ช๐ฐ๐ฏ๐ข๐ญ
Nama : Aswinda
Nim : B1A118025
Hai Assalamu’alaikum, kali ini
saya akan mengajak kalian untuk mempelajari dan menegatahui apa itu “Isu-Isu
Terkait Kebijakan Moneter Domestik dan Internasional”. Bank Indonesia terus
memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan KSSK, termasuk
implementasi Paket Kebijakan Terpadu
KSSK, untuk mempercepat penyaluran kredit/pembiayaan dari perbankan
kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan
ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Perekonomian
global berpotensi tumbuh lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya
meskipun belum berjalan seimbang dari satu negara ke negara lain. Pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi terjadi di negara-negara yang mampu mengakselerasi
vaksinasi Covid-19 serta menempuh stimulus fiskal dan moneter yang besar.
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2021 diprakirakan akan lebih tinggi dari
prakiraan sebelumnya sebesar 5,1%, terutama ditopang lebih tingginya
pertumbuhan di Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Kawasan Eropa, dan India.
Sejumlah indikator dini pada Februari 2021 mengonfirmasi perbaikan ekonomi
global yang lebih kuat, seperti Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur,
keyakinan konsumen, serta penjualan ritel yang terus meningkat. Sejalan dengan
perbaikan ekonomi global tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia
terus meningkat, sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang,
termasuk Indonesia. Di AS, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga didukung
oleh tambahan stimulus fiskal sebesar 1,9 triliun dolar AS yang berlaku sejak
17 Maret 2021 dan rencana tambahan stimulus fiskal sebesar 2 triliun dolar AS
pada triwulan IV-2021. Reaksi pasar atas paket kebijakan fiskal yang lebih
besar dan prospek pemulihan ekonomi yang lebih cepat di AS tersebut telah
mendorong kenaikan yield UST dan ketidakpastian pasar keuangan global, meskipun
the Fed diperkirakan belum akan mengubah kebijakan moneternya pada tahun ini.
Perkembangan ini berpengaruh terhadap tertahannya aliran modal ke sebagian
besar negara berkembang, dan berdampak pada kenaikan yield surat berharga dan
tekanan terhadap mata uang di berbagai negara tersebut, termasuk Indonesia.
Sejalan
dengan kebijakan moneter akomodatif Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan
fiskal Pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, kondisi
likuiditas di perbankan dan pasar keuangan tetap longgar. Sejak tahun 2020,
Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan
sebesar Rp776,87 triliun (5,03% dari PDB), yang terdiri dari Rp726,57 triliun
pada tahun 2020 dan sebesar Rp50,29 triliun pada tahun 2021 (per 16 Maret
2021). Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia dengan akselerasi stimulus
fiskal Pemerintah terus diperkuat dengan pembelian SBN oleh Bank Indonesia di
pasar perdana. Setelah pada tahun 2020 melakukan pembelian dari pasar perdana
sebesar Rp473,42 triliun untuk pendanaan APBN 2020, pada 2021 Bank Indonesia
melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN Tahun 2021
melalui mekanisme sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur
Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebagaimana telah diperpanjang tanggal 11
Desember 2020, hingga 31 Desember 2021. Besarnya pembelian SBN di pasar perdana
hingga 16 Maret 2021 sebesar Rp65,03 triliun, terdiri dari sebesar Rp22,90
triliun melalui mekanisme lelang utama dan sebesar Rp42,13 triliun melalui
mekanisme Greenshoe Option (GSO). Kondisi likuiditas yang longgar pada Februari
2021 telah mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK)
yakni 32,86% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tinggi sebesar 10,11%
(yoy). Dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada
Februari 2021 tetap tinggi, yakni sebesar masing-masing 18,6% (yoy) dan 11,3%
(yoy).
Perbaikan
perekonomian domestik diprakirakan berlanjut, didorong oleh pemulihan ekonomi
global, implementasi vaksinasi, dan sinergi kebijakan nasional. Perkembangan
sejumlah indikator pada Februari 2021 mengindikasikan perbaikan yang terus
berlangsung, di tengah mobilitas masyarakat yang meningkat terbatas sejalan
dengan masih diberlakukannya pembatasan di sejumlah wilayah. Kinerja ekspor
terus meningkat, terutama komoditas manufaktur seperti besi baja, bijih logam,
kimia organik, dan mesin listrik, seiring dengan kenaikan permintaan dari
negara mitra dagang utama dan perbaikan ekonomi global. Secara spasial,
peningkatan kinerja ekspor terjadi di sejumlah wilayah yaitu seperti
Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), Jawa, Sumatera. Selain itu, ekspektasi
konsumen, penjualan eceran, dan PMI manufaktur juga menunjukkan perbaikan.
Akselerasi program vaksin nasional dan disiplin dalam penerapan protokol
Covid-19 diharapkan dapat mendukung proses pemulihan ekonomi domestik. Selain
itu, untuk mendorong permintaan domestik lebih lanjut, sinergi kebijakan
ekonomi nasional terus diperkuat. Sinergi kebijakan mencakup lima aspek yaitu:
(i) pembukaan sektor-sektor produktif dan aman, (ii) akselerasi stimulus
fiskal, (iii) penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran,
(iv) berlanjutnya stimulus moneter dan makroprudensial, serta (v) percepatan
digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya terkait pengembangan UMKM. Dengan
perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2021
diprakirakan akan meningkat pada kisaran 4,3-5,3%.
Di
tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global, pergerakan nilai
tukar Rupiah relatif terjaga didukung langkah-langkah stabilisasi Bank
Indonesia. Nilai tukar Rupiah pada 17 Maret 2021 melemah 2,20% secara rerata
dan 1,16% secara point to point dibandingkan dengan level Februari 2021. Pelemahan nilai tukar Rupiah tersebut
dipengaruhi oleh kenaikan yield US Treasury (UST) dan menguatnya dolar AS yang
kemudian menahan aliran masuk investasi portofolio asing ke pasar keuangan
domestik. Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 17 Maret 2021 mencatat
depresiasi sekitar 2,62% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif
lebih rendah dari sejumlah negara emerging lain seperti Brazil, Meksiko, Korea
Selatan, dan Thailand. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi
nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar,
melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Sumber :
https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Pages/Tinjauan-Kebijakan-Moneter-Maret-2021.aspx
Komentar
Posting Komentar